Smiley

11:00:00 AM
2
#Beemoslem

Seorang Istri sedang bersiap dengan peralatan tempurnya, di depan sebuah cermin. Satu jam sebelum kepulangan Suaminya, sesuai kebiasaan hari-hari. Tidak ada yang dilewatkan dari satu sudut wajahnya yang tidak tersapu senjata make up, walau gerakan halus. Alis pun, yang hanya menjadi perhatian kaum wanita di acara arisan, dipolesnya. "Semoga suamiku tertarik melihat mataku, bahwa hari ini aku bersyukur." Kiranya perempuan tersebut sedang melakukan strategi terbaik.

Seorang Suami terpaku di depan pintu, dikeluarkan smartphone berlayar 5 inchi-an. Memanfaatkannya sebagai cermin yang bahkan cukup gelap untuk melihat wajahnya. Dikebaskannya baju kerja yang terpapar debu jalanan. Berharap apa yang terlihat dari cermin buatan tersebut bukan kebohongan. "Ah, seandainya aku suka menjadi seorang pria bersolek." Bersungut-sungut terhadap dirinya yang telah lama tidak mengerti cara berhias. Kiranya lelaki tersebut sedang bersiap terhadap senyum yang biasa dikenal di balik pintu itu.

Apa yang akan terjadi, jika kedua insan tersebut berpikir tetang apa yang didapatkan saja? Sang Istri, mengetahui suaminya akan pulang, menyiapkan sederet barang yang sehari ini telah disebut-sebut tetangganya. Di dalam sebuah forum arisan, banyak sekali barang-barang baru yang kemudian memberikan inspirasi untuk dimiliki juga. Begitu juga Sang Suami yang segera menggerakkan daun pintu demi melihat senyum Sang istri. Tidak peduli dengan dirinya yang tidak menarik karena pengaruh buruk jalanan.

Manusia, punya potensi untuk mementingkan dirinya sendiri. Dalam sebuah paper berjudul Positive Psychology, An Introduction, Seligman dkk bertanya, "Apa, tepatnya, mekanisme yang mengontrol kualitas pengharapan terhadap perilaku orang di sekitar kita (stimulus)?" Untuk menggambarkan bahwa kebahagiaan tidak serta merta terjadi karena seseorang butuh bagi dirinya sendiri. Walaupun suatu metode kalkulasi sederhana (hedonis) menyarankan, "dengan meningkatkan pengalaman positif seseorang (secara sadar), terhadap hal-hal negatif, dan mengumpulkannya sejalan dengan waktu," seseorang akan mendapatkan kesimpulan yang menggambarkan seluruh kebahagian seseorang itu (hal 11).    

Berkawan Cermin
personalgrowthapproach.com
Darimana pengalaman hitung-menghitung kejadian positif-negatif tersebut? Tentu dari apa yang dia harapkan dari orang sekitarnya, terutama mereka yang paling dekat. Mengapa seseorang tidak fokus terhadap apa yang dia usahakan, agar lebih positif, sebelum berharap orang lain memberi. Sehingga lebih merasa siap 'menjadi bahagia' karena telah melakukan sesuatu yang positif kepada orang lain. Yang pada banyak kejadian, menuntun kepada energi positif yang jauh lebih banyak. Meletakkan pemicu kebahagiaan pada dirinya sendiri, bukan pada diri orang di sekitarnya.

Para ahli cenderung kesulitan menemukan makna dalam memandang manusia dari sudut pandang hedonis (kebahagiaan). Karena selalu saja membawa kita untuk berhitung keseimbangan antara hal positif-negatif. Hingga kemudian ditemukan cara pandang yang lebih menyeluruh dalam memahami tingkat kebahagiaan, well-being. Salah satu dimensi dalam psychological well-being, positive relation with others, adalah gambaran sikap seseorang yang memandang secara menyeluruh terhadap kehidupannya. Dengan seseorang menerima true-self dalam dirinya, sehingga tujuan kebahagiaan masuk dalam definisi well-being. Sebagai manusia dan pribadi yang utuh, terhadap hal positif-negatif dalam menjalani kehidupan.

Jadi, walaupun secara tidak sadar kita berusaha menemukan diri kita dalam setiap perilaku orang-orang di sekitar kita, kebahagiaan tidak harus terburai. Ketika orang di sekeliling kita memainkan peran negatifnya, tidak berarti kita sedang menemukan cermin diri kita. Sehingga merasa bahwa diri kita telah buruk dalam berperilaku. Kita tidak sedang bertemu cermin dalam diri orang lain dan lingkungan. Tetapi, kita sedang menjadi diri kita sendiri dan mampu menerima balasan negatif dari apa yang kita lakukan. Tidak harus ada balasan yang lebih dari perbuatan baik kita, agar kita bahagia.

Kita, sebaiknya menyadari bahwa kebahagiaan selalu ada di dalam hati. Milik kita sepenuhnya. Jika pun perbuatan baik yang kita lakukan bertepuk sebelah tangan, justru kebaikan akan datang dari arah yang mengejutkan kita. Bahkan saat kita sedang terpuruk, dan tidak mampu berbuat baik, dengan sendirinya kekuatan positif muncul dari jejak kebaikan kita. Yang telah dikenang oleh orang-orang di sekitar kita. Hanya saja, kita memang sering membawa kalkulator kemana-mana. Seperti pedagang yang tidak pandai berhitung. Hmmm ...

2 Komentar:

  1. Karena dunia itu seperti cerminan diri kita, kita tertawa pada dunia maka dunia akan tertawa, begitu pula sebaliknya :)))

    BalasHapus
  2. Dan tidak pernah patah semangat meski kebaikan kita dibalas dengan tidak baik, tidak dihargai maupun diremehkan. :-)

    BalasHapus