Self Acceptance, Sikap Positif terhadap Diri Sendiri
Dalam edisi online Oxford Dictionary, self esteem dapat dimaknai sebagai kepercayaan terhadap kelebihan dan kemampuan pribadi, self-respect. Menilai secara positif dan kemudian berusaha mencapai sesuatu dengannya. Albert Ellis, founder dari REBT (Rational Emotive Behaviour Therapy) memberikan penekanan secara mendalam, self esteem membutuhkan pendapat orang lain. Seperti deskripsi jelasnya, "I like myself because I do well and I am approved by others."
Kristin Neff (lebih jauh tentang Doctor Neff lihat selfcompassion.org) pernah menjelaskan, "seorang murid "A" mungkin akan sedih mendapatkan (nilai) "B", dan sangat mungkin memerlukan nilai "A+" agar dapat merasakan prestasi (keberhasilan)." Atau yang lebih sederhana kadang kita tidak sengaja melakukan sesuatu karena gugup. Misalnya atasan me-warning kesalahan ketik dalam laporan kerja. Padahal kita telah berjuang menjadi lebih baik. Ada saja yang tidak berjalan sesuai rencana. Dan kemudian menimbulkan stigma dari orang lain.
Self-esteem adalah kewajaran yang sangat baik, sesuatu yang bagus. Namun di dalam lingkungan, hal ini sering berubah menjadi ambisi. Ada timbul kepura-puraan, topeng kecil yang ingin kita rubah menjadi kebiasaan. Citra diri yang tidak orisinil. Meskipun tidak dinafikan, untuk membiasakan sesuatu yang positif diperlukan dalam mengejar prestasi. Kecenderungan untuk selalu dapat diterima, seperti meminum air laut, tidak pernah akan puas. Karena kita telah membuat dan mengancam diri sendiri untuk selalu menaikkan rating. Kejar tayang.
Seorang psikologis yang telah menulis buku Paradoxical Strategies in Psychotherapy menjelaskan kasus perkembangan diri seorang anak di bawah 8 tahun, " ... we lack the ability to formulate a clear, separate sense of self--that is, other than that which has been transmitted to us by our caretakers." Padahal pada masa perkembangan dini tersebut kita sangat tergantung dari bagaimana orang tua (pendidik) menilai kita. Hal ini tidak semuanya hilang dalam kehidupan dewasa kita, karena apa yang disebut sebagai ''prestasi'' adalah definisi yang ditelurkan oleh lingkungan.
Sebagai penekanan, Leon F. Seltzer, Ph.D., mengatakan bahwa Self Acceptance lebih bersifat tanpa syarat dan bebas dari kualifikasi tertentu. Atau dalam konsep psychological well-being titik berat dalam self-acceptance mampu membantu kita memandang secara positif kelebihan dan kekurangan diri. Menambah kesabaran dalam menjalani proses kehidupan, yang memang tidak selalu mulus dan positif. Ada banyak pelajaran dalam kegagalan. Kita tidak perlu menjadi orang lain untuk dapat selalu diterima. Meskipun kita selalu berusaha untuk menjadi baik di mata orang lain.
Nilai yang tinggi dalam dimensi self-acceptance memberikan indikasi bahwa seseorang telah mampu mengaktualisasikan diri dalam lingkungannya, dewasa dan mampu mengambil banyak pelajaran dari masa lalu. Lebih mementingkan untuk menjalani proses kehidupan di depan mata. Memandang masa lalu sebagai kaca spion yang kecil namun tetap penting. Dan hal ini akan tetap menajdi pekerjaan rumah selama perjalanan hidup kita.
Tetap positif terhadap diri sendiri, seperti quote dari seorang psikologis kontributor psychology today, Leslie Becker-Phelps, Ph.D., "It allows you to feel good about yourself, even with the flaws, mistakes and failures that we all have. And so, self- acceptance is essential to feeling good about just being you."
13 Syawal 1436 H
0 Komentar:
Posting Komentar