Smiley

0
Serangan Api

Dalam salah satu ceramahnya Dr. Khalid Basalamah, MA., saya mendengar sebuah kisah yang kadang masih terngiang dalam benak saya. Maklum, kisah itu berhubungan dengan keraguan yang masih terus dihembuskan oleh iblis dan tentaranya. Tentara yang paling hebat saat ini adalah science yang telah bercampur dengan relativisme dan materialisme. Kita memang sedang berada pada sisi bawah peradaban dunia. Yang sedang dipimpin oleh bangsa Yahudi, peradaban dalam bidang ilmu, ekonomi, politik, dan budaya.

Alkisah, seorang pemuda alumni pendidikan tinggi di Amerika yang telah pulang ke tanah air. Dia mengajukan keingkaran terhadap Islam dalam tiga pertanyaan kepada orang tuanya. Yaitu, Jika setan diciptakan dari api dan kemudian akan disiksa dengan api, sesuatu yang menurutnya tidak logis. Api melawan api secara logika kita pun tidak akan saling menyakiti. Saya pun berpikir demikian secara spontan. Sungguh beruntung setan ini karena tidak akan merasa sakit saat dimasukkan ke dalam neraka.

Pertanyaan kedua, pemuda itu bertanya tentang zat Allah. Tidak bisa dilihat berarti tidak ada, kan? Bagaimana mungkin sesuatu yang tidak nyata menjadi Tuhan kita, kiranya begitu yang ada dalam benak pemuda itu. Seperti yang selalu dikatakan oleh orang - orang penganut materialisme yang mengatakan bahwa Tuhan adalah persepsi manusia saja. Atas ketidakmampuan akal memahami sesuatu. Pemuda itu lebih lanjut meminta penjelasan bagaimana sesuatu yang tidak dapat dilihat itu ada.

Sedang pertanyaan ketiga adalah pertanyaan yang menunjukkan pemberontakannya terhadap budaya masyarakat kita. Tentang kepasrahan masyarakat kita yang umum, setiap ada sesuatu yang kita tidak dapat rubah. Kemudian kita akan mengatakan, takdir. Pemuda itu dengan jelas sekali menanyakan apa itu takdir, takdir, dan takdir. Dalam hati pemuda itu kukuh juga merendahkan kita, seolah - olah kita ini lemah dan hanya bersandar pada takdir.

Orang tua yang merasa tidak memperoleh jawaban yang  bijak untuk perubahan yang terjadi pada Sang Anak. Sehingga kemudian berikhtiar memberikan jawaban melalui orang berilmu. Yang diharapkan dapat memuaskan keraguan Sang Anak yang disayanginya. Sang Anak kemudian mengajukan kembali pertanyaannya yang tiga macam itu. Dengan memberikan tekanan, "tolong jangan marah!"

Namun, apa yang kemudian terjadi sungguh membuat tercengang Sang Pemuda. Orang Berilmu yang datang kepada mereka menampar Sang Pemuda dengan tamparan yang memberikan rasa sakit. Sehingga Sang Pemuda mengulangi penekanannya, agar tidak ada kemarahan. Dengan tenang Orang Berilmu tersebut menjelaskan bahwa tidak ada yang marah. Karena itulah satu jawaban yang sudah cukup untuk tiga pertanyaan yang membingungkan Sang Pemuda.

Bagaimana penjelasannya, wahai pembaca yang berakal? Apakah memang sebuah tamparan dapat menjawab pertanyaan pelik dalam tiga poin di atas? Apa jalan?

Yang pertama, ternyata begitu masuk di akal Saya. Karena meskipun tangan dan pipi ini terdiri dari susunan yang sama. Sama - sama ada kulit, otot, dan tulang, tapi Sang Pemuda itu merasakan sakit juga. Kenapa tidak terbayangkan, ya. Saya sampai tertawa sendiri, atau tersenyum lebih tepatnya. Dan kemudian terbayang ketika Zuko, putera raja negara Api, Ozai. Yang sedang bertarung dengan sesama pengendali api. Mereka tetap saja menggunakan jurus yang sama. Ah, demikianlah ternyata ilmu. Diberikan-Nya kepada siapa yang dikehendaki.

Yang kedua, ternyata juga demikian sederhana. Yaitu rasa sakit. Apakah warnanya rasa sakit itu! Apakah dia bulat seperti bola atau kotak seperti karton mie goreng! Apakah dia terbuat dari sesuatu! Namun ketika ditampar Pemuda itu mengatakan juga bahwa ia kesakitan. Aneh, ya. Padahal ndak bisa dilihat dengan mata kepala kita. Tapi ada juga ternyata. Saya jadi terbayang dengan galaksi dan seluruh jagad raya. Allahu Akbar, jika kita bagaikan debu yang tak terlihat di alam semesta bagaimana kita dapat melihat Allah yang menciptakan jagad seluas itu. Tentu Allah tidak sebanding dengan yang diciptakan-Nya.

Yang ketiga, adalah jawaban yang membuat saya kembali tergeleng - geleng heran. Tentang hikmahnya yang sangat hebat. Dari hanya sebuah tamparan, ternyata kita pun tidak terpikir. Ketika dalam bayangan saya Orang Berilmu itu datang pada mereka akan berceramah panjang lebar. Namun yang terjadi hanyalah sebuah tamparan kecil yang cukup besar. Cukup kuat untuk meruntuhkan semua keraguan. Ah, barangkali, jika was - was dihembuskan kembali oleh setan ke dalam hati. Mungkin, kita tampar saja pipi kita, agar tetap tenang hati kita dalam iman. Plak!!! Begitulah takdir, kadang tidak terlintas dalam angan kita sekalipun.

24 Sya'ban 1436 H

0 Komentar:

Posting Komentar