Apakah kita memang harus berpikir demikian, menilik pengaruh literasi pakar psikologi yang sudah mendunia? Tidak dipungkiri, konsep ini sudah merambah pada studi perilaku manusia dalam berbagai bidang. Dan digunakan secara luas dalam menganalisa karakter atau turunannya, seperti untuk menganalisa calon konsumen misalnya. Bagaimana awalnya kemudian konsep ini berkembang sebagai konsep kepribadian berdasarkan proses berpikir otak kanan-kiri? Kiranya, ilustrasi cukup ekstrim dalam video animasi berikut dapat memberi gambaran awal. Sekaligus memberikan sedikit-banyak hiburan.
Dr. Jeff Anderson, pimpinan otoritas riset pada University of Utah, terhadap 1000 partisipan mengatakan bahwa, "Memang benar beberapa fungsi otak ada pada satu atau lain bagian dari otak. Bahasa cenderung pada otak kiri dan atensi pada otak kanan. Tetapi manusia tidak condong untuk memiliki jaringan otak yang kuat ke kiri atau ke kanan. Tampaknya determinasi berhubungan lebih pada koneksi." Dalam percobaan yang dilakukan pada subjek penelitian diketahui bahwa pada masalah - masalah yang pelik, fungsi kiri-kanan bekerja secara berimbang. Coba diingat kembali bagaimana ending video animasi di atas. Terbukti ada konspirasi dua kubu, bukan!
Meskipun dukungan riset yang mutakhir telah menggugurkan dikotomi kiri kanan kepribadian berdasarkan kecenderungan kerja otak, namun teori tetaplah menjadi rujukan dalam penilaian karakter. Kesan kuno ini justru menjadikan banyak orang begitu tertarik untuk menilai seseorang secara kiri-kanan. Seperti mitos - mitos cinta yang telah memiliki andil dalam banyak cerita roman. Cinta memang tidak mensyaratkan keilmiahan, sih.
26 Sya'ban 1436 H
0 Komentar:
Posting Komentar