Mbah Najib dari Siraman, dalam walimatul 'ursy malam itu kiranya telah memutar kembali memori masa silam. Mungkin karena sangat pas dengan pengalaman pribadiku. Nasihatnya, "Wong lek shalat Ashar-e kerep telat, biasane mesthi melarat. Yo, Masiyo ndak melarat angel sugih-e." [Orang itu kalau Shalat Asharnya sering telat, biasanya pasti melarat. Ya, meskipun ndak melarat tapi susah jadi kaya.]
Instrospeksi, benar yang aku rasakan ketika Mbah Najib berujar seperti itu. Banyak orang yang ketinggalan shalat Ashar, kata beliau, bahkan yang sudah mendapat title kyai pun. Kalau ditilik kembali, aku hampir tidak pernah shalat Ashar di awal waktu selama di Batam. Jauh lebih sering dalam satu wudhu untuk shalat Ashar dan Maghrib. Memang, pada jam-jam itu adalah waktu tersibuk di perusahaan. Preparasi Shipping.
Meski hanya sebuah alibi lemah, karena banyak juga yang bisa menyegerakan. Dan selalu menjaga seperti itu. Dan mereka juga bukan orang yang jobless, karena memang tidak ada orang nganggur di perusahaan model Jepang. Ya, memang aku harus diakui. Lebih sering kita merasa 'tanggung' dengan pekerjaan ketika Adzan Ashar dikumandangkan. Sebentar lagi istirahat. Masih 'tanggung' juga. Sebentar 5 menit lagi. Begitu seterusnya hingga ketelatan.
---
حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ يُوسُفَ قَالَ أَخْبَرَنَا مَالِكٌ عَنْ نَافِعٍ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عُمَرَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ الَّذِي تَفُوتُهُ صَلَاةُ الْعَصْرِ كَأَنَّمَا وُتِرَ أَهْلَهُ وَمَالَهُ قَالَ أَبُو عَبْد اللَّهِ { يَتِرَكُمْ } وَتَرْتُ الرَّجُلَ إِذَا قَتَلْتَ لَهُ قَتِيلًا أَوْ أَخَذْتَ لَهُ مَالًا
Telah menceritakan kepada kami ['Abdullah bin Yusuf] berkata, telah mengabarkan kepada kami [Malik] dari [Nafi'] dari ['Abdullah bin 'Umar], bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Orang yang kehilangan shalat 'Ashar seperti orang yang kehilangan keluarga dan hartanya." Saat menafsirkan ayat: '(Dia sekali-kali tidak akan mengurangi) ' (Qs. Muhammad: 35) Abu Abdullah berkata, "Bila kamu membunuh seseorang atau kamu mengambil hartanya."Hadits di atas termaktub dalam shahih Bukhari No 552 [519] dengan derajad Marfu'. Dalam kitab Fathul Bari' disyarahkan dengan panjang lebar mengenai apa yang dimaksud kehilangan dan dalam kata fawat dan wutira [no. 552]. Dalam pemahaman kalimatnya, bisa dimaknai dengan adanya celaan yang amat keras terhadap perbuatan meninggalkan shalat wustha. Sehingga seolah kesedihan karena dosa dan kehilangan pahala keutamaannya menyamai kesedihan seseorang yang dirampas harta dan keluarganya, sedang ia menyaksikan.
Betapa, dihimpun dalam syarah Bukhari tersebut pendapat-pendapat secara lughawi dan ma'nawi yang menggambarkan kerugian besar. Dari mendahulukan mengerjakan shalat Ashar terhadap kesibukan dunia. Diperkuat juga oleh hadits selanjutnya [no. 553] yang menyebutkan gugurnya (فقد حبط) amal seseorang tersebab meninggalkan shalat wustha [Fathul Bari'].
Dalam syarah ini dikuatkan bahwa faktor kesengajaan adalah penyebab yang utama, dalam arti meremehkan. Sedangkan keringanan masih diberikan kepada orang yang memiliki udzur syar'i. Maka, sikap menunda-nunda justru akan semakin membuat seseorang merasa tertekan. Bahkan dalam konteks ketidaktahun kepada dalil. Logic-nya bagaimana? Sebagai seorang muslim, tentu dalam hati kecil terbersit 'saya punya tanggungan' saat menunda shalat. Meskipun itu sedikit. Alhasil ada dua hal yang sedang melayang-layang di dalam pikiran kita. Menjadikan kita semakin tidak fokus pada pekerjaan.
Disinilah dalam banyak kejadian, tercerabut keberkahan kita dalam bekerja. Perkejaan yang biasanya dapat dikerjakan dengan cepat pun, akan bertambah level usahanya. Entah itu waktu, tenaga, maupun akal. Secara psikologis, waktu Ashar adalah waktu berkumpulnya stress. Disamping kondisi prima tubuh juga telah menurun. Dengan mendahulukan Shalat, kita justru akan lebih rileks dan dapat terpulihkan. Untuk kemudian dapat bekerja dengan maksimal.
Benar apa yang dinasihatkan oleh Mbah Najib, dalam konteks susah kaya. Lebih mudah melarat daripada menjadi kaya. Karena banyak hal yang dikerjakan dalam kondisi stress, kurang konsentrasi hasilnya tidak maksimal. Menyisakan pekerjaan lain yang ikut menumpuk, mengarah kepada hilangnya kemampuan untuk menentukan skala prioritas. Sehingga seseorang akan selalu merasa ada yang kurang dalam pekerjaannya. Terlebih, kaya (bahagia, satisfaction) itu tempatnya di dalam hati. Tidak ditemukan dalam hasil, namun dalam penilaian kita. Keberkahan, lebih tepatnya. Allahu A'lam.
11 syawal 1436H
0 Komentar:
Posting Komentar