|
|
Kata Emak Gaoel, "Terserah." Ya, setidaknya begitulah kata kerja menulis itu ada hubungan dengan blogging. Awalnya menulis dengan malu-malu untuk dibaca sendiri. Diikoreksi typo-nya, dibuang kata-kata yang tidak signifikan dan membingungkan. Dan bla bla bla, selanjutnya terserah Anda. Apalagi kalau sudah tertarik untuk utak-atik template bawaan blogspot yang biasa banget. Tiba-tiba keranjingan melototi kode html meski ndak ngerti mengapa kode-kode itu bisa jadi halaman yang indah. Semacam tertantang untuk jadi kontributor di ranah web, fiuh.
Dulu sebelum internet sedemikian mudah diakses, masih harus sempatkan waktu mampir ke warung, menulis pakai aplikasi note dengan OS symbian No*** saja sudah berasa keren. Itupun hanya berupa outline yang nanti harus dikembangkan. Lalu ketika facebook going mobile tersedia di hp yang harganya di atas 3 juta-an, jadi kecanduan nulis di note untuk sekedar mendapatkan like atau komentar. Bahkan sering membuat tulisan nakal dan kemudian tag sasaran dari daftar pertemanan. Paling malas masih menulis buah pikiran yang amat panjang untuk caption sebuah foto yang di tag rame-rame. Kalau respon lagi yahud, semalaman bisa kejatuhan hape di muka berkali-kali.
Teknologi sudah bertambah-tambah kecanggihannya, ya. Meski semangat dan kesabaran dalam menulis susah bertambah. Hehe ... berkurang iya, naik turun apalagi! Padahal dulu perjuangan banget untuk menulis, sempat juga pernah sukses mengumpulkan cerpen dan prosa yang diketik di PC. Kemudian disetting sendiri, dicetak di kertas dengan binder. Dengan printer Ca*** BJ100 yang fenomenal itu, terutama bagi mahasiswa yang cekak kantong untuk ngeprint di luar. Dan jadilah, satu jilid kata-kata penuh cinta, alat untuk merayu gebetan, tsah (sok romantis lagi).
Menulis memang bisa dimana saja, di kertas bekas tatakan mouse, di atas daun pintu, atau kertas-kertas binder hasil barter (yang ini terbilang gaul). Menulis kadang seperti orang yang sedang menangis, harus dilepaskan sampai kehabisan air kata (mata maksudnya). Sudah itu, jadi lega. Seperti tulisan ini pun begitu, curhat. Satu hal yang sangat menonjol dari kegiatan blogging, sangat mudah untuk lihat tulisan-tulisan lama. Saking mudahnya jadi malas membuka, apalagi edit tulisan (jangan ditiru, ya!). Apalagi bisa langsung pajang foto-foto narsis yang sudah dipermak. Sampai lupa yang cantik dipajang itu tidak nyata (ngaku, deh).
Ini rumah belajar, tempat penitipan ide-ide untuk karya tulis yang lebih besar. Sudah lama (sekedar) ingin majang buku karya sendiri di toko, tapi sering mentok. Kurang gaul dan kurang baca, begitu hasil diagnosa dari kawan-kawan yang sudah aktif menerbitkan buku mereka. "Mungkin juga terlalu sering membaca judul berita yang berseliweran di twitterland. Jadi tambah cupet dan mudah diprovokasi." Banyak ide tapi jarang dan susah action. Seandainya ada penerbit atau manajemen yang kejar-kejar setoran kena deadline (Go for It), mungkin tidak begitu, ya. Hahaha ... mimpi.
Target untuk blog ini simple saja, jumlah posting tiap bulan harus lebih dari jumlah umurnya. Baru hitungan jari konsisten begitu, apalagi setelah tertarik untuk menaikkan traffic kunjungan lewat pageview. Sehari bisa sampai tiga kali posting dan share di socmed, pas kena posting flu. Terutama di warung blogger atau updateblog, sekali ke-tweet sudah seperti ngisap oksigen dari sumbernya! Namanya juga penitipan, jadi jarang dapat perhatian dari pengunjung, huhuhu. Habisnya, kalau harus jadi full time writer masih belum kebayang. Berapa buku dalam sehari harus dilahap, buat satu artikel sejarah seperti ini saja (baca: Menguak Muasal) habis waktu sekira 5 jam.
Seandainya tiap mentok, shortage ide, bisa diatasi dengan sekaleng bayam. Dan kemudian dua jari sebelas berubah jadi perkasa untuk emngetik sampai typo begini. Haha ... ternyata jadi penulis itu memang harus gaul. Atau paling tidak rela digauli, dengan kritikan pedas yang membabi buta. Ya, meski dalam kenyataan tidak pernah dilaporkan anak babi buta yang menyerang para penulis. Menulis memang perkasa merubah manusia-manusia sombong yang kurang ilmu. Jadi tersadar sebenar-benarnya, jenggot itu tidak ada kaitannya dengan kecerdasan. Hah!
P.S. Facebook termasuk aplikasi kan ya, Emak Gaoel?! Atau itu note yang setengah fitur setengah aplikasi. Okelah kalau yang dua ini bukan aplikasi, Aku pernah pakai aplikasi Blogger di Lumia. Tetapi gagal faham mengapa layar sentuhnya sangat sensitif dengan suhu telapak tanganku yang normalnya memang adem. Padahal mengasyikkan, begitu mudah merasakan hangat genggaman tangan. :-)
kalo sayah mah, semangatnya dua hari, lemesnya berbulan-bulan... ujung-ujungnya, blogna nganggur... lebi-lebih blog pribadi
BalasHapussalam mas Aminudin