Smiley

4:56:00 PM
0
Kita sering mendengar orang bilang, "jadi orang miskin itu susah." Dan kita hampir semua mengamini hal itu. Dalam eudaemonia ada sebuah dimensi psikologi yang mengukur pencapaian diri seseorang. Yang dalam analogi yang dangkal disebut sebagai kebahagiaan. Banyak kita mengejar kebahagiaan, tapi sebagai psychological well-being manusia belum memahami benar hakikat tentang dirinya. Sehingga kebahagiaan kemudian dinilai dalam bentuk materi yang bisa dirasa, dikecap, dan dilihatnya.

Jika kita masih takluk dengan pemikiran tersebut, mungkin kita perlu belajar untuk menjadi kaya terlebih dahulu. Apakah kekayaan itu? Belum ada jawaban pasti, menurut Saya. Karena apa yang sering kita dengar adalah indeks kelayakan hidup. Tetapi belum tentu dengan angka yang sama, manusia akan sama-sama bahagia. Bahkan tidak jarang, kita menemukan kebahagiaan di tengah-tengah rumah sempit di bantaran sungai. Rumit memang.


zeronol.com
Ah, sebaiknya kita tidak terlampau banyak membahas arti bahagia terlebih dahulu. Saya sendiri tidak sanggup mendefinisikannya, karena ini soal hati. Hati yang tidak bisa di-jilbabin. Hehehe ... Tapi kita lihat yang berikut saja, tentang kisah seorang miskin yang suka kasih air, kasih duit, kasih makan, dan kasih bantuan kepada mereka yang ada disekitarnya. Cuma berhitung dengan matematika, dengan mata uang rupiah biar lebih mudah. Jika lelaki ini menyumbang 100 ribu dan di dompet cuma ada 200 ribu, berapa persen yang diberikan? Lima puluh persen, ya.

Ini juga yang pernah kita alami, kalau lagi tipis dompet. Mudah sekali keluar uang lima ribu, dan kemudian kita berdoa, "lima ribu kali tujuh ratus." Kepada Allah berharap berkali lipat balasan, sukur-sukur berupa uang juga. Memang mudah mengeluarkan uang seratus ribu, saat kita sedang tidak ada duit. Saat nilai uang itu bisa jadi 30% dari uang yang kita punya. Maka Saya menyimpulkan, jadi miskin itu mudah. Mudah sekali beramal, tanpa hitung-hitung. Jadi tidak benar ketika kita berpikir miskin itu musibah. Meski kita masih sangat mudah takluk dengan pemikiran ini.

Nah, untuk mengingatkan kita bahwa miskin itu mudah. Jauh lebih mudah saat kita kaya. Coba saja kita berandai sedang diberikan ujian uang 2 milyar. Rasanya, akan sangat sulit untuk menyumbangkan 1 milyarnya untuk orang lain. Paling bagus dalam hitungan puluhan juta, cakep sudah. Padahal, saat kita miskin kita sanggup bersedekah 30% bahkan 50%, ya. Namun saat kekayaan datang berupa uang, tiba-tiba yang bertambah adalah kebutuhan kita. Masih mending kita mampu mengeluarkan 2.5% dari uang yang banyak itu. Hehehe ... tidak mudah menjadi kaya, ya.


0 Komentar:

Posting Komentar