Smiley

10:29:00 AM
1


Tidak menyangka, setelah seluruh manusia punah. Ah, tentu bukan suatu prediksi masa depan. Apalagi masuk dalam kategori iman. Hanyalah ilustrasi yang dapat ditangkap dari video di atas, tentang sebuah senyum. Manusia memang selalu dipenuhi dengan ambisi untuk menemukan dirinya. Maka kemudian mereka membuat kopi yang sama dengan mereka, dalam sebuah robot. Berhasilkah manusia? Dalam menemukan semua rahasia tentang dirinya. Hingga kemudian robot pun memiliki imajinasi mereka.

Ada sebuah film drama tentang robot anomali manusia, yang selalu terkenang dalam hati. Nama robot itu Andrew Martin, yang setelah tua kemudian mati. Seperti orang-orang yang telah merasa cukup di atas dunia. Bicentennial Man, 1999, sebuah film yang mungkin menohok sisi kemanusiaan manusia. Seorang robot, atau lebih tepatnya serobot robot, naik ke mahkamah internasional untuk memperjuangkan haknya menjadi manusia. Rumit, meski senyum yang ada dalam wajah andrew adalah milik manusia.

Mungkin dalam kisah animasi di atas, manusia dikalahkan oleh robot. Yang telah mereka ciptakan pada awalnya. Dan kemudian berkembang sendiri tanpa dapat dikuasai oleh manusia. Mereka secara harfiah eternal, imortal, abadi. Seperti kisah Mak Lampir yang selalu balik ke dalam urusan hidup sampai tanpa batas waktu. Tidak seperti Andrew yang memilih mati sebagai manusia. Maka ketika robot bersaing dengan manusia sebagai pemikir, timbul kepunahan manusia dan robot itu sendiri. Atau sebab lain lagi, entahlah.

Bukan Senyum Terakhir

Rupanya, sebagai pustakawan, Sang Robot akhirnya sadar tentang sesuatu. Selama ini, ia tidak bisa tersenyum. Entah dari mana pikiran itu muncul, padahal dia sendiri diprogram untuk menjadi librarian. Tidak mampu mengolah minyak menjadi bahan bakar. Tiba-tiba Sang Robot tergerak untuk menemukan senyum, bagian bawah bibir yang hilang. Tanpa itu, emas seisi bumi tidak berarti untuk sebuah senyum.

Maka, menunggu detik-detik kematiannya, Sang Robot mulai kelelahan. Maklum, cadangan bahan bakarnya tidak seperti motor roda dua yang bisa digoyang menjelang tandas. Yang bisa dia lakukan, memandangi wajahnya dalam sebuah cermin. Hingga kemudian terlihat olehnya, selingkar senyum dari sebuah bayangan. Sayangnya kita tidak tahu, bagaimana perasaan Sang Robot. Apakah senyum itu berarti kerelaan, atau justru menjadi ejekan. Atas kekurangan dirinya. Ah, beruntung manusia lahir dengan sepasang bibir.

Itulah manusia, entah sampai kapan mereka akan berhenti. Untuk menantang sunnah seperti Nabi Sulaiman 'alahissalam. Nabi yang juga raja juga multi-triliuner sepanjang sejarah manusia, juga gagal memenuhi nafsu makan seekor ikan Nun sahaja. Hingga mereka jarang tersenyum. Mahal. Padahal sebuah senyum, adalah hal yang paling ditunggu untuk lewat. Ah, seandainya semua orang murah senyum seperti Bapak Penjual Penthol itu. Yang kadang terlalu ramah hingga mengeluh tidak kebagian rakaat maghrib.

Manusia memang kadang suka begitu. Sibuk dengan keinginan mereka, hingga hati tergagap dan berat. Ah, tidak melulu urusan cinta yang membuat manusia pelit tersenyum. Meskipun manusia juga didorong oleh bahan bakar cinta. Cinta yang entah kemana, menjadikan mereka hamba. Kalau boleh, senyum terakhir seorang robot pun, layak untuk ditunggu.



1 Komentar:

  1. Ini film ya... Sarat pesan moral...tapi memang ada tag radio ...mulailah harimu dengan senyuman maka sepanjang hari senyuman tadi akan menghiasi seluruh hidupmu...

    BalasHapus