Smiley

5:30:00 PM
0
Berturut-turut setelah kemenangan besar Islamic State terhadap kaum musyrik Makkah dan kabilah-kabilah di pinggiran Madinah, saudagar-saudagar Muhajirin kembali berada dalam jajaran orang kaya. Dengan bakat alami mereka, modal dari harta rampasan perang yang tidak seberapa menjadi berlipat ganda. Hal ini juga dirasakan oleh kaum Anshar, yang telah banyak merelakan hartanya untuk penduduk Makkah yang terusir dari kampung halaman. Tentu ini kontras dengan kondisi penduduk Madinah saat berangkat perang di daerah bernama Badr. Mereka berperang dengan nyaris bertangan kosong.

Pasukan negara baru tersebut dengan nekat berangkat menyongsong 1300 orang tentara Makkah, hanya berbekal 2 kuda perang. Sedangkan untuk perjalanan menuju Badr hanya mengandalkan 70 ekor unta, ditunggangi bergantian oleh dua atau tiga orang. Anggap saja masing-masing orang berjalan separuh jarak perjalanan sebelum kelelahan menyongsong perang. Belum lagi persenjataan yang sangat minim. Ibarat rakyat indonesia yang membawa bambu runcing untuk menghancurkan meriam.

Terdorong oleh ancaman invasi yang telah dipersiapkan oleh Caesar di pinggiran jazirah Arab, mereka berbondong-bondong membeli kemiskinan. Demi berangkat ke Tabuk yang membutuhkan waktu perjalanan kurang lebih sepuluh hari dari Madinah. 200 ekor unta disumbang oleh Utsman ibn Affan radhiyallahu anhu, milliarder dari Makkah ini juga masih membelanjakan 200 ounce emas dan 2000 dinar. Dan masih ditambah lagi sampai jumlah keseluruhan unta yang beliau belanjakan berjumlah 900 ekor, plus 100 ekor kuda. Langsung turun derajad dari sebutan miliarder dari Makkah.

Umar ibn Khattab radhiyallahu anhu, hartawan yang lain menumpahkan keberuntungannya setengah dari total yang dimiliki. Berharap dapat mengalahkan seorang hartawan paling dermawan setelah Sang Utusan, Abu Bakr radhiyallahu anhu. Namun sayang, Abu Bakr tidak menyisakan apapun untuk keluarganya demi membeli kemiskinan. Seluruh penduduk Islamic State itu bahkan berkerumun seperti antrean raskin untuk berpartisipasi dalam kemiskinan. Sehingga dicatat juga dalam sejarah, rakyat jelata yang hanya sanggup menyerahkan segenggam kurma.

Semua keributan dalam pengumpulan dana ini serta merta membuat mereka menjadi orang-orang papa. Sehingga banyak dari mereka menangis pulang karena tidak memiliki sisa bekal untuk berangkat berperang. Beberapa orang nekat berangkat dengan kurma yang sangat ringan untuk dibawa karena hanya sedikit. Itupun tidak untuk dimakan sampai kenyang, karena dalam beberapa riwayat disebutkan mereka hanya ngemut kurma untuk menahan lapar. Karena ketidakpastian waktu lamanya perang, sejarawan memberi titel mereka, "The Army of Distress".

Namun kemudian tiba-tiba ada profesor yang mengatakan bawah Islamic State didirikan hanya untuk menjarah harta, mengumpulkan budak-budak, dan memuaskan hasrat untuk membunuh. Dalam hitungan personel saja, hanya dalam perang hunain dapat mengungguli jumlah tentara musuh. Selain itu mereka adalah sekumpulan orang yang mencari mati, nekat, dan tidak jauh dari kesan bunuh diri. Menjual jiwa mereka dengan sangat murah, untuk sesuatu yang tidak serta merta mereka dapatkan keuntungannya di dunia.


Sumber: The Sealed Nectar

Perang Ketidakpastian
hanifazhar.net  

0 Komentar:

Posting Komentar