Smiley

4:06:00 AM
0


Harus diakui, belum ada urgensi ketika beberapa waktu yang lalu memutuskan mengangsur seekor bebek matic. Tetapi semacam kebutuhan untuk penampilan, dengan dekorasi kepentingan yang tampak mendesak. Begitulah banyak kita di masa ini berperilaku secara finansial. Menuruti falsafah materialisme dan juga cenderung untuk bersikap hedonisme dalam memenuhi kebutuhan jiwa. Belajarlah menjadi kaya, dengan lebih mengedepankan eudaemonia, keutuhan sebagai manusia. Lebih dari kebahagiaan atau bahkan enjoyment dalam menikmati materi. Nasehat yang tidak mudah dalam praktek, tidak sulit menemukan beberapa kepalsuan sebagai alat pembenar.

Itu kisah penulis, bagaimana dengan kehidupan finansial Anda? Semoga lebih arif, lebih dari apa yang dilakukan oleh penulis. Meski dalam beberapa tulisan di blog ini membahas keutuhan sebagai pribadi manusia, anggap dalam rangka belajar. Ya, masih terus berusaha untuk learning melebihi apa yang terkandung dalam kata study. Hidup itu memang penuh hikmah, pelajaran-pelajaran sepanjang jalan. Tidak heran jika melelahkan, bahkan dalam gelimang materi pun kita masih berpotensi untuk capek. Lelah menikmati segala yang ada dalam keberlimpahan. Contoh saja saat menikmati langsung matahari terbit di sebuah lereng gunung yang tinggi. Kaki harus dilatih agar tidak sampai terjadi cedera saat mendaki.

Kembali pada topik, berapa banyak waktu yang kita gunakan untuk bersusah payah mendapatkan sesuatu yang kita inginkan?! Tetapi setelah kita mendapatkannya, kemudian kosong. Ada lubang yang tumbuh di dalam hati kita, void. Segera setelah kita mendapatkan apa yang kita inginkan, rencana harus bersambung. Bahkan jika kita merasa puas, hanya akan membuat kita tersudut kepada kenyataan pahit. Untuk apa kita ke tempat terakhir, kecuali untuk mendapatkan lagi yang lebih indah. Memenuhi dengan yang lebih berharga, lebih berlimpah. Manusia tidak bisa berhenti dalam kepuasan selama ia masih hidup.

Sayangnya, kita sering berubah menjadi orang lain untuk mengejar penambal kekosongan itu. Saat semua telah diukur dalam kesenangan, joy, banyak cara yang tidak sepatutnya kita lakukan menjadi nyata. Kita, telah melangkah jauh dari pintu rumah sendiri dalam perjalanan yang tidak pernah berakhir itu. Lain cerita jika beberapa daftar keinginan itu ada yang harus kita korbankan untuk seseorang, maknanya akan sangat dalam. Seperti apa yang telah dilakukan oleh orang tua kita, yang menahan keinginan mereka untuk anak-anaknya. Belajarlah dari mereka, hidup ini sebaiknya kita kejar semampunya saja. Kun anta, tazdada jamala.

Lihatlah saat seorang Bapak yang diam-diam menyeruak ke pasar pakaian bekas, agar ada sisihan uang untuk putrinya. Demi seorang Puteri, yang sedang tumbuh di masa muda sesuai brand yang dipakai. Atau yang sering kita dengar dari kisah-kisah Ibu yang mengumpulkan uang untuk mengisi masa tua, ringan sekali merelakan untuk anak lelakinya. Ibu tidak pernah akan tega dengan sebuah rengekan dari seorang Pangeran. Yang karena tidak tahan dengan rengekan istri, mengadu kepada Sang Ibu. Entah mengapa, kekosongan itu justru akan terisi dengan penuh dalam pengorbanan. Ketika kebahagiaan itu dapat dilihat, sebelum dapat dirasakan. Belajarlah menunda atau tidak memenuhi keinginan anda, demi orang lain. Untuk dapat memahami apa yang dilakukan oleh orang tua kita, dengan akurat.

Kun anta, jadilah anda sebagai diri sendiri. Bukan sebaliknya, liujarihim, agar dapat mengejar ketertinggalan kita meniru orang lain. Fabadau sakhsan akhar, agar kemudian dapat berbangga dalam status sosial. Sikap yang akan dengan segera membuat kita lupa siapa kita, karena angan-angan indah. Yang membuat hati kita merasa puas, namun palsu. Hanya kerugian semata. Setidaknya jika memang kita ingin memenuhi sebuah impian, kita sudah harus bersiap dengan lelahnya. Karena memang itulah hakikat kita dalam hidup ini. Bahkan hal yang telah di dapat, hanyalah batu loncatan untuk sesuatu yang lebih besar lagi. Jangan sampai kita tersadar saat kematian telah di depan mata. Sedikit merasakan pahit juga nikmat, seharum seduhan kopi di pagi hari.  

0 Komentar:

Posting Komentar