Pemimpin generasi ketiga dari masyarakat
kontemporer Tiongkok telah melabrak apa yang dianggap tabu, “Menjadi kaya itu
mulia.” Berani memikul tanggung jawab atas tetesan darah ‘pro demokrasi’ yang
berkeras menguasai Lapangan Tiananmen. “Stabilitas lebih penting daripada
segala-galanya,” adalah kebijakan politik tanpa tawar sebagai konsekuensi
penerapan ekonomi kapitalis. Dunia masih mengenangnya, namun rakyat telah
memaafkan negaranya.
Ketika Jiang Zemin, berhasil merangkul dunia
kembali, benarlah apa yang diharapkan Deng Xiaoping, “ekonomi tinggal landas.”
Tirai Bambu telah terbuka, secara penuh dalam bidang ekonomi dan sektor
pendukungnya. Terutama sukses besarnya meraih dukungan dari China Overseas yang setia kepada negara.
Maka tiba-tiba, Naga yang telah lama tidur menggeliat. Gedung-gedung pencakar
langit menghiasi landscape seluruh
negeri. Kemakmuran pun melenggang naik dalam semua grafik data statistik
ekonomi.
Era baru masyarakat Tiongkok telah banyak
mewarnai dunia, menyeberang juga sampai ke Indonesia. Dalam pameran Mining
Indonesia 2013, terdaftar 60-an perusahaan asal Tiongkok dalam direktori
perusahaan. Secara awam pun, orang Indonesia sudah terbiasa berjualan tusuk
gigi made in China. Jika saat ini
bisa disebut Zaman Meme, tiongkok pun
telah juga terekam. Dalam cincin “the
precious” yang terkenal itu.
Seperti umumnya sistem ekonomi kapitalis, lahir pula di balik
Tembok Raksasa itu kaum borjuis.
Generasi kaya mendadak ala tiongkok yang dikenal dengan sebutan kaum Fuerdai. Mereka piawai dalam memainkan
sulap tanpa trik, “membakar uang.” Uang asli yang menghijaukan mata mereka
sulut dengan api kesenangan. Orang kaya baru, atau lebih tepatnya Anak orang
kaya baru.
Statistik yang ditulis oleh intisari-online.com menyebutkan tidak
kurang dari 1,09 juta orang kaya dengan nilai minimal 10 juta Yuan ada di
Tiongkok saat ini. Dan 60-an ribu diantaranya adalah keluarga super makmur
dengan kekayaan di atas 100 juta Yuan. Sekitar 217 Milliar rupiah. Tiongkok
yang keras dalam ideologi pun tidak mampu menghindar dari kesenjangan sosial. Fuerdai sering berulah dengan
kontroversi tampil mewah, bahkan merambah dalam hal tabu semacam pesta seks.
Beberapa penulis menangkap fenomena tersebut sebagai akibat
kehidupan mereka yang kesepian di masa kecil. Seperti ditulis intisari-online.com,
mereka bersikap sombong dan tidak mengindahkan dari mana asal kekayaan mereka.
Hal ini tampak pada sikap fuerdai
yang mewarisi kekayaan orang tua mereka dari hasil perilaku korup, “apakah itu
menjadi masalah?”
Gaya hidup hedonistik ini telah menjadi perhatian Presiden
Tiongkok, dengan program uniknya. Sebanyak 70 orang anak miliarder ‘ditangkap’
dan dipenjarakan dalam sebuah kamp bisnis di Provinsi Fujian. “Mereka harus
terpikir tentang asal kekayaan mereka,” demikian Xi Jinping menekankan. Denda
minimal 2M akan dikenakan bagi siapapun yang menolak program itu, agar kaum fuerdai, “menjadi patriotik yang taat
hukum dan bekerja keras.”
Rupanya pemerintah Tiongkok tidak ingin potensi-potensi muda tersebut
sia-sia dalam kebingungan mereka terhadap ledakan kemakmuran. Dalam kamp
tersebut, mereka diajarkan tentang kebudayaan Tiongkok, tanggung jawab sosial,
dan pengetahuan bisnis. Ada harapan dari masa depan mereka yang terarah,
seperti manfaat besar yang telah diperoleh dari taipan China Overseas dalam menyumbang devisa dan modal.
Alhasil, kaya mendadak ala negeri panda kini menemukan value-nya. Kecemburuan sosial yang dapat
menyuburkan bibit ketegangan sedang diatasi dengan sungguh-sungguh. Fuerdai muda diubah agar menjadi harapan
baru dalam perkembangan ekonomi. Mereka boleh kaya, namun kerja keras adalah
budaya leluhur. Ikrar sosialisme yang bergema di gerbang Tiananmen adalah
cita-cita bangsa yang harus ditanamkan dalam benak mereka.
Ternyata, menjadi kaya di negeri Panda tidak mudah juga, ya.
Tidak ada kata malas dan berleha-leha, apalagi seenak sendiri menabrak hukum.
Menerobos jalur busway, berkendara
melawan arus, ngebut tanpa nopol, atau mengancam pegawai tol yang tidak
mendahulukan dirinya. Ah, sepertinya yang sedikit di akhir cerita ini begitu
kuat terekam dalam memori kita. Apakah itu terjadi di negeri Pancasila ini?
Mungkin.
Sumber.
- Intisari-online.com
- The Best of Chinese Heroic Leaders, Leman Yap, Gramedia Pustaka Utama, 2009
0 Komentar:
Posting Komentar