Uhud, memang menjadi saksi kekalahan kaum muslim. Juga tempat diperbolehkannya kaum musyrikin melukai Nabi ﷺ. Tujuh puluh orang syahid dari pihak muslim sebagaimana telah tewas 70 orang musyrik dalam perang Badr. Kekalahan dan luka yang sama, yang dipergilirkan. Ada pula dari kaum muslimin yang demikian goyah, hingga bertanya, "darimana datangnya kekalahan ini?!" Allah ﷻ berkenan mengilhamkan hikmah, bahwa kekalahan itu berasal dari mereka sendiri. Ketika para pemanah yang mendapat tugas penting di bukit uhud tergoda oleh rampasan perang.
Seolah uhud mengangkat keraguan dari muslim yang awam terhadap sangkaan musuh Islam, justru mereka dikalahkan karena berebut serak ghanimah. Padahal sebelum itu, pasukan utama kaum muslim yang berlaga dengan jargon, "kami mencari syahid" berhasil mengalahkan tentara musuh. Pada fase awal peperangan, ketika pasukan berkuda pimpinan Khalid ibn Walid tertahan oleh pasukan pemanah dan mundur. Hatta, mereka melihat kaum muslim meninggalkan pos-pos pertahanan untuk mereguk dunia.
Jabir ibn Abdullah ibn Haram, berkisah tentang kemalangan keluarga mereka. Demikian gelap hati mendengar syahidnya Sang Ayah, "mengapa Aku (ﷺ) lihat engkau sedih?" Jabir lalu menyampaikan kemalangannya, "Ayahku telah syahid, dan meninggalkan hutang dan anak." Kekalahan pasukan muslim rasanya menambah suasana duka yang dialami oleh keluarga yang tertinggal. Mereka dapat dikenali oleh Nabi ﷺ dari wajah mereka yang muram.
Perlakuan musyrikin yang melakukan mutilasi terhadap para syahid juga menjadi sebab lain kedukaan. Hamzah radhiyallahu 'anhu, adalah syahid yang menyisakan kenangan penuh kesedihan bagi Rasul ﷺ ketika Hindun masuk Islam. Karena Hindun merobek perut paman Nabi ﷺ tersebut dan memakan jantungnya. Bahkan Abu Sufyan sendiri tidak sanggup bertanggung jawab terhadap apa yang dilakukan oleh pasukannya yang telah mabuk kemenangan dan berhenti berperang. Tindakan barbar yang dipicu oleh dendam dan kekalahan di Badr.
Namun, kiranya senyum para syahid saat meninggalkan dunia adalah kisah lain pembelaan uhud. Dalam hadits panjang yang diriwayatkan oleh Abu Bakr ibn Marduwyah dari Jabir ibn Abdullah ibn Haram memberi penjelasan, mungkin tersebab kita pun masih mengenal senyum di wajah mereka yang tak bernyawa. Nabi ﷺ bersabda:
أَلَا أُخْبِرُكَ؟ مَا كَلَّمَ اللهُ أَحَدًا قَطُّ إِلَّا مِنْ وَرَاءِ حِجَابٍ، وَإِنَّه كَلَّمَ أَبَاكَ كِفَاحًا
قَالَ: سَلْنِي أُعْطِكَ. قَالَ: أَسْأَلُكَ أَنْ أُرَدَّ إِلَى الدُّنْيَا فَأُقْتَلَ فِيكَ ثَانِيَةً، فَقَالَ الرَّبُّ عَزَّ وَجَلَّ: إِنَّهُ قَدْ سَبَقَ مِنِّي الْقَوْلُ: إِنَّهُمْ إِلَيْهَا لَا يَرْجِعُونَ. قَالَ: أَيْ رَبِّ فَأَبْلِغْ مَنْ وَرَائِي
Ibn Katsir melandaskan tafsir QS 3 : Ayah 169 - 171 pada hadist tersebut di atas, tentang bagaimana keutamaan para syahid. Ditambah dengan banyak hadits yang menguatkan dari riwayat yang berbeda. Sehingga mereka meminta kepada Allah ﷻ untuk dikembalikan ke dunia, dan kembali gugur sebagai syuhada. Ketika hal itu tidak di-ijabah oleh Allah ﷻ, mereka pun meminta untuk berkabar kepada saudara muslim mereka yang masih hidup di dunia dan sedang berjuang. Bahwa Allah ﷻ Maha Baik dan berlimpah fadhilahNya bagi para syuhada.Uhud, memang adalah cerita duka. Namun begitu besar hikmah yang diinginkan Allah ﷻ terhadap kaum muslimin yang sedang berjuang. Di dalamnya, dipisahkan barisan mereka dari kaum munafik, dan beberapa yang condong kepada mereka. Juga, mereka dibersihkan dari hasrat hati kepada dunia, rampasan perang. Karena kemenangan tidak akan diperoleh tanpa melekatkan hati kepada Allah ﷻ semata. Dan Uhud, membela kaum muslimin di awal perjuangannya dari godaan duniawi. Hingga kemenangan demi keunggulan diperoleh kaum muslimin dari musuh-musuh mereka. Allahu a'lam.
0 Komentar:
Posting Komentar