Smiley

8:30:00 PM
0
Ust. Enjang Juwaeni Zein dalam malam keempat Ramadhan di Al Falah menuturkan tentang tamu Allah. Siapakah tamu Allah? Sesuai yang sering disebutkan oleh Nabi ﷺ, yaitu orang yang berhaji dan umrah. Mereka ini disebut sebagai tamu Allah, di rumah Allah. Maka sang tamu selama di tanah haram adalah sesuai dengan penyambutan Allah. Beliau mengisahkan, ternyata banyak juga yang tidak disambut oleh Allah di tanah haram. Dalam istilah beliau, tidak bertemu dengan Allah. Seperti tamu yang tidak ada janji untuk datang, sedang tuan rumah kebetulan tidak di rumah.

Marjan Datang
www.newshub.id

Ustadz mengingatkan kepada jamaah, bahwa ada tamu istimewa yang sering disebut oleh Rasul ﷺ. Yaitu bulan Ramadhan. Tamu yang dikirim oleh Allah kepada seluruh umat muslim. Sunnah Nabi ﷺ untuk memuliakan tamu, begitu juga yang diharapkan dari seorang muslim terhadap Ramadhan. Apakah sikap kita hanya biasa saja (menganggapnya seperti tukang pos), atau bersungut-sungut (seolah ketamuan pengamen), ataukah menghormatinya sebagai tamu yang sedang ditunggu-tunggu. Tamu dari jauh yang akan pulang meninggalkan rejeki.

Dalam filosofi jawa, seyogyanya sebagai tuan rumah kita bersikap gupuh, lungguh, dan suguh. Ustadz mengingatkan kita agar selalu bersikap gupuh mendengar kabar kedatangan tamu ini. Bergegas untuk mempersiapkan diri, mungkin perlu bersih-bersih rumah misalnya. Atau kita segera menyusun rencana penyambutan tamu selama berada di rumah kita, potong kambing. Sudah sewajarnya kita mempunyai target penyambutan, sesuai anggapan kita terhadap tamu. Apakah kita menganggapnya sebagai tamu agung?

Begitu tamu dari Allah telah sampai di pintu rumah, marilah segera kita sambut dengan wajah berbinar. Memberikan penghormatan yang akan membuat tamu betah dan nyaman. Kemudian mempersilahkan tamu untuk lungguh di paseban. Tidak seperti tukang pos yang hanya kita biarkan berdiri dari balik pagar saja dan menunggunya pergi. Dan yang paling penting dari penghormatan tamu adalah tindakan nyata dalam suguh. Rencana hanya akan jadi rencana tanpa usaha keras untuk memberikan yang terbaik.

---

Bagaimana kebiasaan kita menyambut tamu agung tersebut? Ah, mungkin kita sama abainya dengan iklan sirup Marjan yang muncul mengingatkan dekatnya Ramadhan. Tanpa terasa Ramadhan akan pergi dari rumah-rumah kita, tanpa kesan. Bahkan banyak pula yang tidak bertemu dengan kita di rumah, karena kita sibuk di luar rumah. Sibuk dengan kesibukan dunia hingga lupa pulang dan bersiap untuk tamu dari Allah tersebut.

Padahal siapakah yang menjamin kita akan mendapat kesempatan sebagai tuan rumah kembali di tahun yang akan datang. Jangan-jangan ini adalah Ramadhan terakhir. Mengapakah kita tidak menajdikannya Ramadhan yang mampu membuat kita lebih baik dari seseorang yang telah lebih dahulu pulang. Fadhilah yang jauhnya seperti langit dan bumi.

Ah, atau mungkin kita sebenarnya telah begitu bosan dengan tamu yang baik tersebut. Yang akan pergi dengan meninggalkan ampunan Allah. Jika kita mampu memberikan penghormatan terbaik. Rejeki ampunan yang dirahasiakan di sisi Allah. Rahmat yang luas di setiap malam Ramadhan. La Marjan Fi Ramadhan, Ramadhan bukan iklan yang sering kita abaikan dengan mengganti channel. Juga bukan pengamen yang kita ributkan karena gupuh mencari receh. Yang kita sambut hanya di depan pintu sahaja. Allahu a'lam.

0 Komentar:

Posting Komentar