يأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُواْ كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِينَ مِن قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ
Dalam tafsirnya, Ibn Katsir menyebutkan bahwa Allah telah memberikan keterangan Syariat dan Manhaj, sehingga manusia dapat mengikutinya. Shiyam adalah jalan yang dijadikan oleh Allah untuk mempersempit syaithan dalam menyesatkan manusia, Rasulullah ﷺ menyebutkan dalam sabdanya sebagai perisai untuk melindungi dari godaan syaithan. kompasiana |
Beliau kemudian memberikan daftar tingkatan muttaqin dalam 3 golongan. Golongan pertama yang terendah, taqwa dimaknai sebagai penghilangan terhadap kekafiran. Menjadikan seseorang disebut muslim, namun masih sering melakukan maksiat terhadap Allah. Yang kedua adalah takwa karena kepatuhan kepada Allah, mampu meninggalkan laranganNya. Dan yang paling tinggi derajadnya adalah yang mendekatkan diri kepada Allah karena rasa cinta. Taqwa yang sesungguhnya, sejati.
Bagaimana kita dapat mengetahui seseorang telah menjadi muttaqin, dalam keseharian? Beliau lebih dahulu mengingatkan kita akan kesalahan faham tentang surga dan neraka. Yang Allah telah memberikan banyak berita tentang keduanya ketika membahas masalah kepatuhan, taqwa di dalam Quran. Berbeda dengan cara pikir filsafat yang menyatakan bahwa surga dan neraka belum ada, dan nanti akan diadakan oleh Allah di akhirat kelak.
Orang yang muttaqin dalam ibadah Shiyamnya dapat dilihat dari perilakunya. Muttaqin akan selalu mengeluarkan harta yang disenanginya dalam keadaan lapang dan sempit. Sebagaimana telah kita dengan kisah tentang 'Aishah radhiyallahu 'anha yang memberikan sebutir kurma yang masih dipunya di rumahnya. Dan Rasulullah memberikan pujian sebagai pembebas dari api neraka. Mutaqin mau mengeluarkan hartanya dalam tegan maupun tersembunyi. Tidak membedakan pemberian karena pandangan manusia. Ikhlas terhadap rahmat Allah.
Ciri selanjutnya dari seorang muttaqin adalah kemampuan untuk menahan amarah. Dalam Shiyam Ramadhan Allah melatih kita untuk sabar. Sehingga akan ada bekas dari Ramadhan yang tetap tinggal, kekuatan untuk menahan amarah. Muttaqin yang hati-hati terhadap tindakan menuruti amarah juga selalu berpikir untuk menjauhi hal-hal yang dapat menjadi penyebab amarah. Demikian beliau mengingatkan, tentu ini berbeda dengan yang sering kita dengar dari orang-orang liberal. Yang suka berolok, agar kita tidak manja dan membiarkan godaan di sekitar kita. Menyenangi berkumpul dalam kemaksiatan kepada Allah.
Sebagai ciri yang terakhir, beliau menyebutkan bahwa muttaqin adalah orang yang pandai memberikan maaf. Benarlah apa yang disampaikan oleh beliau. Kita sendiri tidak pernah malu minimal lima kali sehari dalam shalat kita meminta maaf, ampunan kepada Allah. Bagaimana mungkin kita bisa menjadi orang yang keras dalam memberikan maaf?! Kita sudah dengar sabda Nabi ﷺ, "maafkanlah dia (pembantu) setiap hari tujuh puluh kali." Apalagi terhadap saudara kita.
0 Komentar:
Posting Komentar