Smiley

0
Suasana persidangan meninggi bersama atmosfer pertentangan. Entah mana yang benar, kedua belah pihak merasa berkata jujur dengan kesaksiannya. Langit tidak mau selangkahpun surut terhadap intimidasi logis dari Pak Jun. Langit sudah memaparkan semua hal tentang bukti - bukti peraturan yang dia jadikan patokan. Langit merasa, jika acuan hukum yang pasti itu ternyata tidak sesuai dengan pemahamannya, nasibnya diujung tanduk. Langit merasa aturan tersebut sangat jelas secara literal. Kenapa sekarang Pak Jun dengan mudah memberikan tafsiran yang berbeda. Dan posisi Pak Jun tentu lebih menguntungkan, karena memang orang di dalam ruangan itu pun tahu keahlian Pak Jun.

Langit semakin panas, terlihat memerah bagi semua orang yang melihatnya. Tiba - tiba Langit tampak memutar seperti orang yang sedang kebingungan. Mencoba menuliskan sesuatu di papan whiteboard. Mencari marker yang tidak sadar diletakkan di sakunya. Langit tidak menemukan marker warna hitam, dan karena dadanya sudah cukup berat, Dia ambil saja warna merah kemudian mulai menulis di papan. Langit menuju bagian kosong di sebelah kanan, tepat di mana Pak Jun duduk dan sedang memaparkan kepada semua orang kesalahan yang telah dibuat oleh Langit.

Telinga Langit menghitam, "sample", hanya kata itu yang dapat ditulis oleh Langit. Langit memutar balik menuju meja Pak Jun, menjatuhkan warna merah sembari menatap tajam kepada Pak Jun. "Buk!" sebuah pukulan mengenai wajah perut Langit membuatnya terhuyung berat ke belakang. Pak Budi spontan menahan koleganya bertindak lebih jauh dengan merangkul erat Pak Jun. "Sabar, Pak!" katanya pelan. "Tahan, Dia sudah menerima bagiannya."

Biru yang membantu Langit dalam presentesi segera menghambur kepada Langit yang roboh membentur meja. "Apa - apaan, sih?!" teriaknya kepada Langit. "Jangan seperti anak kecil!" serunya. Langit yang merasa tidak ada pembela mencoba bangkit sambil terus menatap ke arah Pak Jun. "Plak!!!" sebuah tamparan keras melayang mengenai wajah Langit, seketika matanya terbuka lebar. Sorot lampu kamar begitu terang mengenai matanya yang gagal beradaptasi. "Oh, Alhamdulillah. Hanya mimpi," gumam Langit sambil menjatuhkan tubuhnya kembali.  

21 Sya'ban 1436 H

0 Komentar:

Posting Komentar