Smiley

0
Akhirnya, setelah lama sekali tidak bertemu, Kami dipertemukan dalam mimpi. Mimpi memang bukan hanya setangkai bunga dari taman - taman tanpa penghuni. Terutama karena ini adalah jenis intuisi yang sering menjadi tanda perpisahan dalam pengalamanku. Begitulah ketika aku mencintai seseorang, sedalam apapun, serindu bagaimanapun, tidak akan pernah terlibat masyuk di dalam mimpi. Justeru di dalam mimpi. Tentu, yang disebut mimpi di sini adalah mimpi yang terasa begitu nyata dan lama. Mungkin bisa disebut puspatajem. Bukan sekedar flash dream. Bisa jadi karena kebiasaanku yang selalu menghabiskan semua pemikiran sebelum tidur. Bahkan sampai pagi pun tidak akan tidur jika memang belum selesai. Hahaha.

Perempatan

Apalah arti pertemuan, tentu ada maknanya. Entah pengajaran entah kenangan. Karena digelari entah, kita tidak sedang mengerti. Dari mimpi tersebut, setidaknya ada isyarat keseriusan dari Dia untuk berubah menjadi lebih baik karena melihat diriku. Harus dihargai, dong. Berapa banyak orang di luar sana yang mungkin Dia temui, tapi Dia memilih menjadi baik karena aku. Namun, sesungguhnya menjadi baik itu akan kembali kepada diri yang melakukan. Manfaatnya, tidak akan langsung menjadi milikku.

Alhamdulillah, jika sudah ada keikhlasan. Sebagai tanda faham, bahwa Aku tidak sedang mempermainkan perasaan. Bahwa apa yang kulakukan adalah hal prinsip. Karena memang, kita bisa menerima kelemahan dari seseorang. Namun jika kepatuhan dalam akidah tidak ada, kebaikan tidak selamanya menjadi kebaikan. Apalah Aku, jika dibandingkan dengan 'Abdah bin Abdurrahim. Yang menyimpan Quran di dalam dadanya. Tapi tak juga terjamin, dalam akidah tauhid.

Pandang Laut

Sebagaimana hijab, adalah satu hal prinsip bagi seorang muslimah. Kita bisa belajar agama sembari berlalu, namun terasa menggangu bagiku tentang hijab ini jika belum ter-install. Karena bagi seorang muslimah, hijab bermakna betapa Dia sayang kepada Sang Ayah. Betapa Dia mampu mengalahkan ego kekinian, untuk tidak menambahkan dosa kepada Sang Ayah. Dan karena Aku tidak cakap dalam memaksa, maka jaminan ketaatan biarlah bersandar kepada yang Haq.

Lalu, bagaimana kemudian Aku akan bersikap? Aku sudah tidak repot dengan kenyataan dan pilihanku. Bagiku, jika memang sudah waktunya, Aku tidak harus memilih. Tetapi Aku akan selalu menerima pilihan Sang Teladan. Ilmulah yang sebenarnya menjadi muara dari banyak hal, dari semua pencarianku. Semakin berilmu akan semakin tenang dalam menjalani fitrah muslim. Tujuan hidup itu terus mengusahakan pembelajaran dan sedikit uba rampe persiapan. Begitulah ketika hati telah terbuka dan menerima. Seperti cinta yang tidak perlu banyak penjelasan.

9 Rajab 1436 H

0 Komentar:

Posting Komentar