Jika Anda faham dengan nadanya, "Pada hari Sabtu kuturut kaki ke kota, tua. Naik di bus kota yang lama nunggunya, 'ku duduk di pantat" bolehlah lanjut berdendang. Saya, lanjut mengambil beberapa gambar. Sedang gandrung dengan foto panorama, yang cara mengambilnya memaksa kita untuk hold steady seperti orang yang merekam dalam bentuk video. Itu pun masih harus take lagi, karena lebih banyak hasilnya tidak riil. Seperti gambar berikut contohnya. Anda bisa temukan seorang pengendara yang keluar dari sebalik tiang lampu. Wow!!!
Namun sabtu pagi yang cerah itu, tujuan utamanya adalah berburu sampah masyarakat yang telah diolah di jalan Semarang. Jika Anda tahu maknanya, mungkin kita klik dalam hobi. Ya, hari itu Saya akan nyampah kembali. Berjam - jam nyampah untuk sekedar menemukan beberapa buku kuno. Tentang apapun, tentang penjaga kios buku bekas yang manis mungkin juga. Ah, dari mana datangnya kebetulan. Ada Si Manis yang cuek memilah - milah buku yang masih layak jual. Langka. Dan hari itu ada dua yang sejenis, di satu tempat.
Saya yakin tentang waktu yang habis di satu kios itu, telah lama. Karena begitu berdiri dari bongkar susunan bagian bawah, tiba - tiba Saya melihat bintang di sekitar kepala. Pening. Jadi mulailah membatasi diri untuk segera memilih. "Sudah pas harganya?!" Saya perhatikan senyumnya. "Lebih boleh, koq," wah seller jempolan ternyata. Hebat.
Selesai sudah nyampah pagi itu, segera ke arah pulang untuk lanjut nyampah yang sesungguhnya. Nunggu bus kota yang gak pake lama ternyata mustahil. Apalagi kaki sudah mulai banyak semut. Tetiba ditawari Bapak penjual kaca mata untuk duduk di kursi panjang. "Wis mbojo, Mas? begitu saja meluncur sebuah serangan setelah sedikit basa - basi. Wah, rupanya ada intel yang mengamati asyiknya diriku di kios tadi. Saya disangka sedang modus. Tahu juga Bapak ini, seperti terbaca begitu saja di wajah. Hahaha ... Paman, nikahkan Saya detik ini juga!
Lama bus tidak lewat, hingga lewat sudah cerita kami tentang perantauan. Bapak yang logat madura itu pernah di Malaysia, tuturnya. Jadi kuli satu atap dengan orang cino. Nekat pulang ke kampung halaman lewat jalur pekanbaru yang banyak preman. Preman belum tobat, yang suka ngembat. Ah, sayang bus (sekolah) yang kutunggu telah datang. Duh, ternyata memang begitulah merantau. Pulang membawa nyawa memang yang paling patut disyukuri.
Ini gambar suasana bus yang ngetem di Banyu Urip. Sambil nunggu baca buku, biar aneh dan ajaib. Indonesia membaca buku di bus kota yang tua, hal ganjil yang tidak mengenakkan mata. Sepertinya. Tapi buku terjemahan dari judul asli Letter to Christendom itu menggoda sedari tadi kupungut di tepi jalan. Ah, baru di kata pengantar saja sudah diwanti - wanti untuk terlena.
Tetapi memang benar, buku itu membuatku terlena. Sungguh terlalu! Vulgar sekali mengingatkanku tentang masa silam. Tentang alat bantu baca dari seranting bambu. Dan Guru ngaji yang tak harus berkumis tebal untuk menjadi galak. Juga buku baghdadi yang banyak membuat murid seperti Saya setengah mati menjaga agar tidak sobek karena terlalu sering dibaca. Ndak lulus - lulus.
Begitulah dulu, berdiri di depan kelas. Membaca tulisan sendiri pelajaran lalu, dengan aksara arab berbahasa campuran arab-jawa, atau pegon. Alhamdu, utawi sekabehane puji kang patang perkara. Iku lillahi tetep keduwe Allah. Rabbil 'alamiina kang mengerani wong alam kabeh. Dan tentang imtihan akhir tsanah, syukuran ala santri yang dekat dengan kanak - kanak dari sekitaran pondok. Dari kamar ke kamar lain, berebut jajanan apa saja. Yang punya kakak perempuan sudah pasti jadi idola, dapat tambahan menarik. Duh, hari ied-nya para santri yang entah apakah masih ada sekarang.
Buku karangan Rana Kabbani itu memang menarik nostalgia yang dalam. Khas pendidikan ala timur tradisional yang menggairahkan di antara himpitan ekonomi. Sungguh, seolah hari minggu pagi yang lepas diguyur hujan. Seperti pagi yang menyegarkan dalam video berikut. Nyampah sepagian, dan sesorean. Dan kesannya mudah sekali menjadi tulisan sepagi ini. Ketenangan seperti melihat hijau yang begini.
5 Sya'ban 1436 H
0 Komentar:
Posting Komentar